Perumpamaan Anak yang Hilang: Panggilan untuk Kembali kepada Kasih Allah (Lukas 15:1-3; 11-32)

Pendahuluan

Dalam perjalanan iman kita, Tuhan memberikan kesempatan kepada kita untuk merenung dan bertobat. Dalam nats ini, Tuhan Yesus memberikan perumpamaan tentang “anak yang hilang.” Dimana kita bisa melihat gambaran yang sangat jelas tentang dosa dan anugerah, serta panggilan untuk kembali kepada Tuhan melalui pertobatan yang sejati. Perumpamaan ini memberikan pengajaran yang relevan untuk kita semua, yang sering kali tersesat dalam perjalanan hidup dan melupakan kasih serta kehendak Tuhan.

Perumpamaan ini mengisahkan perjalanan seorang anak bungsu yang meminta warisan dari ayahnya, meninggalkan rumah, dan hidup dalam kesia-siaan. Namun, ketika ia menyadari kesalahannya, ia kembali kepada bapanya yang dengan penuh kasih menyambutnya. Kisah ini tidak hanya menggambarkan proses pertobatan, tetapi juga menggambarkan kasih yang tak terbatas dari Tuhan yang selalu menyambut setiap orang yang bertobat dengan sukacita.

 I.        Kedurhakaan Terhadap Bapa

Kisah anak bungsu dimulai dengan tindakan yang sangat mengejutkan: ia meminta bagian warisan yang menjadi haknya. Dalam budaya Yahudi pada saat itu, permintaan ini bukan hanya sebuah permohonan biasa, melainkan sebuah penghinaan yang sangat dalam. Menginginkan warisan sebelum sang ayah meninggal berarti secara tersirat menginginkan ayahnya segera meninggal. Dengan kata lain, anak bungsu ini menolak kasih dan kebaikan ayahnya, serta menanggalkan hubungan kekeluargaan yang sangat erat. Ia lebih memilih kehidupan yang jauh dari ayahnya, yang menggambarkan banyak orang di zaman sekarang yang memilih untuk hidup menurut keinginan sendiri tanpa memedulikan kasih Allah.

Anak bungsu ini menggambarkan kita semua yang sering kali jatuh dalam dosa dengan memilih jalan yang terpisah dari kehendak Allah. Dalam surat Yesaya 53:6, kita diajarkan bahwa “Kita sekalian sesat seperti domba, masing-masing kita mengambil jalannya sendiri.” Dosa sering kali membuat kita merasa seolah-olah kita tidak memerlukan pertolongan Tuhan. Kita mengejar kebahagiaan duniawi dan melupakan panggilan Tuhan dalam hidup kita, sebagaimana anak bungsu yang menghamburkan hartanya dalam kehidupan yang sia-sia. Seperti anak bungsu, kita pun sering kali mendapati diri kita terjebak dalam kesia-siaan dan penderitaan akibat pilihan-pilihan yang salah.

Ketika hartanya habis dan tidak ada lagi yang menolongnya, anak bungsu ini terjatuh dalam kehinaan yang sangat mendalam. Ia terpaksa bekerja memberi makan babi, suatu pekerjaan yang sangat hina dalam budaya Yahudi. Bahkan, ia merasa kelaparan dan menginginkan makanan yang diberikan kepada babi. Inilah puncak kehinaan yang dialami oleh seorang yang menjauh dari Tuhan. Kehilangan harapan dan kebahagiaan adalah akibat dari hidup yang terpisah dari kasih Allah.

 

II.      Allah Menghendaki Kita Kembali Kepada-Nya

Namun, dalam kisah ini, ada harapan besar yang terungkap ketika anak bungsu menyadari kesalahannya. Ia mulai menyesal dan memutuskan untuk kembali kepada bapanya, mengakui dosanya dan berkata, “Bapa, aku telah berdosa terhadap Surga dan terhadap bapa.” Ini adalah langkah pertama menuju pertobatan yang sejati; adanya pengakuan dosa dan kesadaran bahwa kita telah berbuat salah. Anak bungsu ini tidak mencari pembenaran untuk tindakannya, melainkan dengan tulus mengakui bahwa ia telah menyakiti hati bapanya dan lebih jauh lagi, telah melawan kehendak Allah.

Penyesalan yang sejati tidak hanya mengakui kesalahan, tetapi juga menyadari bahwa tanpa pertolongan Tuhan, kita tidak dapat menyelamatkan diri kita sendiri. Hal ini digambarkan dengan jelas dalam kisah ini ketika anak bungsu memutuskan untuk kembali kepada bapanya dan mengharapkan belas kasihan. Bahkan sebelum anak itu kembali, bapanya telah melihatnya dari jauh dan berlari untuk menyambutnya. Hal ini menggambarkan kasih Tuhan yang melampaui segala pemahaman manusia, yang tidak menunggu kita datang kepada-Nya dengan sempurna, melainkan Dia sendiri yang mencari kita.

Kasih sang bapa dalam perumpamaan ini adalah gambaran kasih Allah melalui Yesus Kristus. Kristus datang ke dunia untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang, mengambil tempat kita yang berdosa, dan menanggung hukuman kita di kayu salib. Seperti bapa yang berlari untuk menyambut anak bungsu, Tuhan dalam Yesus Kristus juga berlari untuk menyelamatkan kita yang terhilang. Kristus menanggung segala aib dan penderitaan kita agar kita dapat kembali ke dalam pelukan kasih-Nya.

Pesta perayaan yang terjadi setelah anak bungsu kembali menggambarkan sukacita surgawi atas pertobatan satu jiwa. Bapanya mengadakan pesta untuk anak bungsunya, "Bawalah anak lembu tambun itu, sembelihlah dia, dan marilah kita makan dan bersukacita." Ini adalah gambaran sukacita besar di surga ketika seorang pendosa bertobat. Setiap kali kita menerima pengampunan Allah, kita turut serta dalam perayaan ini. Allah tidak hanya mengampuni dosa kita, tetapi juga memberikan berkat-Nya dengan melimpahkan rahmat-Nya melalui Yesus Kristus.

 

III.    Panggilan untuk Bertobat dan Percaya

Perumpamaan Anak yang Hilang, menggambarkan perjalanan seorang berdosa yang kembali kepada Tuhan melalui pertobatan dan kasih karunia. Anak bungsu yang hilang diibaratkan sebagai kita yang terpisah dari kasih Tuhan, namun melalui penyesalan sejati dan iman kepada Kristus, kita bisa kembali kepada Bapa kita. Kasih Allah tidak terbatas dan selalu siap untuk menyambut kita kembali, tidak peduli seberapa jauh kita telah pergi dari-Nya.

Namun, dalam perumpamaan ini juga terdapat karakter anak sulung yang merasa bahwa ia tidak perlu bertobat. Ia merasa bahwa ia sudah cukup baik dan layak mendapat penghargaan dari ayahnya. Sikap sombong dan merasa benar ini juga adalah bentuk pengingkaran terhadap kasih dan pengampunan Allah. Sebagai anak sulung, kita diingatkan untuk tidak terjebak dalam kesombongan, tetapi untuk selalu menyadari bahwa kita pun memerlukan anugerah Allah.

Oleh karena itu, panggilan untuk bertobat dan percaya adalah panggilan bagi kita semua, baik yang seperti anak bungsu maupun yang seperti anak sulung. Pertobatan adalah langkah pertama untuk kembali kepada Tuhan, dan melalui iman kepada Yesus Kristus, kita menerima pengampunan dosa dan menerima kasih-Nya. Dalam perjalanan hidup kita diajak untuk merenungkan keadaan kita, mengakui dosa-dosa kita, dan kembali kepada Allah dengan hati yang penuh penyesalan dan pengharapan akan kasih-Nya.

Perumpamaan tentang “Anak yang Hilang” mengajarkan kita tentang pengampunan Allah yang tak terbatas dan panggilan untuk kembali kepada-Nya. Sebagai umat Tuhan, kita diundang untuk bertobat, tidak mengandalkan kebenaran diri sendiri, tetapi bersandar pada kasih karunia Allah yang menyelamatkan. Marilah kita bersukacita dalam keselamatan yang telah dimenangkan bagi kita oleh Kristus, yang menanggung dosa kita dan menyiapkan perjamuan kekal di surga. Amin! 

 

 

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Perumpamaan Anak yang Hilang: Panggilan untuk Kembali kepada Kasih Allah (Lukas 15:1-3; 11-32)"

Posting Komentar