Apa Itu Pertobatan Sejati? Pandangan Teologi Lutheran yang Menghibur Hati Nurani

Pendahuluan

Pertobatan merupakan salah satu tema sentral dalam kehidupan iman Kristen. Hampir semua tradisi gereja menekankan pentingnya pertobatan sebagai jalan kembali manusia kepada Allah. Namun, pengertian dan praktik pertobatan mengalami perbedaan yang cukup signifikan di antara denominasi Kristen. Gereja Katolik Roma pada abad pertengahan, misalnya, memandang pertobatan sebagai suatu rangkaian ritual yang meliputi pengakuan dosa, penyesalan, dan tindakan kepuasan (satisfactio). Sementara itu, Reformasi Lutheran menegaskan bahwa pertobatan sejati hanya dapat dipahami secara benar apabila dikaitkan langsung dengan hukum dan Injil, serta ditopang oleh iman kepada Kristus.


Dalam Buku Concord tentang Apologi Konfessi Ausburg (1531), khususnya Pasal XII tentang Pertobatan, Philipp Melanchthon dengan tajam menguraikan perbedaan antara pandangan Katolik Roma dan ajaran Reformasi. Ia menolak segala bentuk penambahan manusiawi yang mereduksi pertobatan menjadi sekadar ritual eksternal, dan mengembalikan pengertiannya kepada inti Injil. Tulisan ini bertujuan untuk menguraikan secara sistematis ajaran Lutheran mengenai pertobatan, mengkritisi praktik keliru pada masa lalu, serta menegaskan implikasi praktisnya bagi kehidupan umat Kristen masa kini.

 

Definisi Pertobatan Menurut Teologi Lutheran

Dalam teologi Lutheran, pertobatan tidak sekadar berarti rasa bersalah atau penyesalan emosional atas dosa, melainkan suatu proses spiritual yang melibatkan dua dimensi utama:

1.       Contritio (penyesalan atau remuk hati)

Contritio adalah kesedihan hati yang sejati karena menyadari keberdosaan di hadapan Allah. Penyesalan ini bukan sekadar rasa takut terhadap hukuman, melainkan kesadaran eksistensial bahwa manusia telah memberontak melawan kehendak Allah. Sumber dari contritio adalah hukum Allah yang menyingkapkan dosa. Seperti yang ditulis Paulus: “Melalui hukum Taurat orang mengenal dosa” (Roma 3:20). Dengan demikian, hukum berfungsi sebagai cermin yang memperlihatkan kondisi manusia yang sebenarnya, yakni berdosa dan tak berdaya menyelamatkan dirinya.

2.       Fides (iman kepada Kristus)

Pertobatan sejati tidak berhenti pada kesedihan atau rasa bersalah. Jika berhenti di sana, manusia hanya akan jatuh ke dalam keputusasaan. Pertobatan harus dilengkapi dengan iman kepada Kristus, yakni keyakinan bahwa Allah benar-benar mengampuni dosa karena karya penebusan Kristus. Inilah yang disebut sebagai aspek Injil dalam pertobatan. Melalui Injil, hati nurani yang remuk mendapatkan penghiburan dan kepastian keselamatan.

Selain dua unsur utama tersebut, terdapat aspek ketiga yang disebut buah pertobatan (fructus poenitentiae), yaitu perubahan hidup yang nyata. Buah pertobatan berupa kesediaan untuk meninggalkan dosa, hidup dalam kasih, serta melayani sesama. Namun, perlu ditekankan bahwa buah pertobatan bukanlah inti, melainkan konsekuensi dari iman yang sejati.

 

Kritik Terhadap Praktik Pertobatan Katolik Abad Pertengahan

Reformasi Lutheran muncul di tengah konteks di mana pertobatan dipraktikkan secara keliru. Gereja Katolik pada masa itu menekankan tiga unsur pokok dalam pertobatan: contritio, confessio, dan satisfactio.

1.     Contritio dipahami sebagai usaha manusia untuk menghasilkan kesedihan yang cukup agar layak menerima kasih karunia. Ajaran ini menimbulkan kegelisahan karena manusia dipaksa mengandalkan kualitas emosinya sendiri, bukan janji Allah.

2.  Confessio (pengakuan dosa) dijadikan syarat yang sangat legalistik. Jemaat diwajibkan menyebutkan setiap dosa secara rinci. Hal ini jelas mustahil karena manusia tidak mungkin mengingat seluruh dosanya.

3.     Satisfactio (kepuasan atau penitensi) menjadi bagian paling problematis. Umat diajarkan untuk melakukan berbagai tindakan seperti doa rosario, ziarah, puasa, atau bahkan membeli indulgensi, seolah-olah tindakan itu mampu menghapus dosa atau memperpendek hukuman di api penyucian.

Melanchthon menilai praktik tersebut bukan saja bertentangan dengan Kitab Suci, melainkan juga merendahkan karya penebusan Kristus yang sempurna. Pertobatan dipersempit menjadi ritual lahiriah, dan pengampunan diperdagangkan melalui indulgensi. Dalam kerangka itu, iman justru dikesampingkan.

 

Pembelaan Lutheran: Pertobatan Sebagai Anugerah Injil

Melanchthon dalam Apologi menegaskan bahwa inti pertobatan adalah perjumpaan antara hukum dan Injil. Hukum menyingkapkan dosa dan menghancurkan kesombongan manusia, sementara Injil menghadirkan Kristus sebagai satu-satunya sumber pengampunan.

1.     Pengampunan hanya oleh iman

Roma 5:1 menegaskan, “Sebab kita telah dibenarkan oleh iman, maka kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus.” Dengan demikian, iman adalah kunci yang membuat pertobatan menjadi nyata. Tanpa iman, contritio hanya menghasilkan rasa takut; dengan iman, contritio menghasilkan penghiburan.

2.     Kuasa kunci-kunci (keys of the kingdom)

Dalam pandangan Lutheran, absolusi (pengucapan pengampunan dosa oleh pendeta) adalah perpanjangan janji Injil itu sendiri. Ketika pendeta berkata, “Dosamu sudah diampuni dalam nama Bapa, Anak, dan Roh Kudus,” maka itu bukan sekadar kata-kata manusia, melainkan tindakan Allah sendiri. Dengan demikian, sakramen pertobatan bukanlah mekanisme magis, melainkan sarana iman menerima janji Injil.

3.     Dasar Kitab Suci dan Bapa Gereja

Melanchthon mendukung argumennya dengan contoh-contoh Alkitab: pertobatan Daud (Mazmur 51), Petrus yang menangis setelah menyangkal Kristus (Matius 26:75), atau wanita berdosa yang diampuni (Lukas 7:36–50). Semua contoh tersebut menunjukkan pola yang sama: penyesalan yang sejati, lalu penghiburan melalui janji pengampunan. Para Bapa Gereja seperti Agustinus, Ambrosius, Bernardus, dan Tertullianus juga menekankan iman sebagai inti dari pengampunan.

 

Penolakan terhadap Dogma-dogma Roma

Dalam Book of Concord tentang Apologi Konfesi Ausburg Pasal XII mengenai pertobatan, secara eksplisit menolak sejumlah ajaran Katolik yang dianggap menyimpang, di antaranya:

1.     Bahwa manusia dapat memperoleh kasih karunia melalui perbuatan baik tanpa iman.

2.     Bahwa penyesalan emosional tanpa iman sudah cukup untuk menerima pengampunan.

3.     Bahwa pengampunan dosa dapat diperoleh melalui indulgensi atau misa untuk orang mati.

4.     Bahwa pengampunan bisa terjadi tanpa mengacu pada Kristus sebagai dasar.

Bagi Melanchthon, seluruh ajaran tersebut bukan hanya keliru, melainkan berbahaya karena menyesatkan hati nurani dan menutupi Injil Kristus.

 

Implikasi Teologis dan Pastoral

Ajaran Lutheran tentang pertobatan memiliki implikasi yang luas, baik secara teologis maupun pastoral.

1.     Bagi teologi: ajaran ini menegaskan prinsip sola gratia (hanya oleh anugerah) dan sola fide (hanya oleh iman). Pertobatan adalah karya Roh Kudus dalam hati manusia, bukan hasil usaha manusia.

2.     Bagi pastoral: jemaat tidak lagi perlu hidup dalam ketakutan akan apakah dosanya sungguh diampuni atau tidak. Kepastian pengampunan diberikan melalui janji Injil. Dengan demikian, hati nurani dapat beristirahat dalam damai sejahtera Allah.

3.     Bagi etika Kristen: iman yang sejati selalu menghasilkan buah pertobatan. Jemaat yang telah menerima pengampunan dipanggil untuk hidup dalam kasih, meninggalkan dosa, dan mewujudkan iman dalam perbuatan.

 

Kesimpulan

Pertobatan sejati menurut ajaran Lutheran bukanlah sekadar ritual lahiriah atau usaha manusia untuk menebus dosa. Pertobatan adalah pengalaman rohani yang melibatkan dua hal utama: penyesalan yang sejati karena hukum Allah, dan iman yang menerima pengampunan melalui Injil Kristus. Buah pertobatan berupa perubahan hidup memang penting, tetapi bukanlah inti yang menyelamatkan.

Dengan demikian, Apologi Konfesi Ausburg menegaskan bahwa keselamatan tidak bergantung pada kualitas penyesalan atau jumlah perbuatan baik, melainkan pada janji Allah dalam Kristus. Ajaran ini menghadirkan penghiburan yang kokoh bagi hati nurani: bahwa di dalam Kristus, dosa benar-benar telah diampuni.

 

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Apa Itu Pertobatan Sejati? Pandangan Teologi Lutheran yang Menghibur Hati Nurani"

Posting Komentar