Pada awal abad
ke-16 merupakan awal gerakan Reformasi
Protestan yang dipelopori oleh seorang biarawan asal Jerman, Martin
Luther. Gerekan reformasi ini tidak hanya mengubah lanskap agama Kristen, tetapi juga memberikan
dampak besar pada politik, masyarakat, dan budaya Barat. Pada tahun 1517,
Martin Luther memakukan 95 Dalil pada pintu Gereja Wittenberg di Jerman.
Tindakan ini menjadi titik awal dari gerakan Reformasi. Luther menentang keras
praktik Gereja Katolik yang memanfaatkan penjualan indulgensi kepada umat untuk membeli pengampunan dosa. Bagi Luther, penjualan indulgensi adalah praktik yang korup dan bertentangan
dengan ajaran inti Kristen mengenai keselamatan dan iman.
Namun, protes
Luther bukan hanya soal indulgensi; ia juga ingin kembali kepada ajaran kebenaran Alkitab yang lebih menekankan pada hubungan pribadi antara individu dan Tuhan,
tanpa campur tangan hierarki Gereja. Tindakan ini menandai awal dari sebuah
pergerakan besar yang akan memecah kekuasaan Gereja Katolik di Eropa (Ina & Bambangan, 2024; Lende et al., 2024; Roper,
2022). Di
balik tantangannya terhadap Gereja Katolik, Luther mengajukan dua doktrin utama
yang menjadi dasar dari Reformasi: sola fide (hanya iman saja)
dan sola scriptura (hanya Alkitab sebagai otoritas tertinggi). Sola fide
menekankan bahwa keselamatan diperoleh hanya melalui iman kepada Yesus Kristus,
bukan melalui perbuatan baik atau pembayaran indulgensi. Ini adalah penolakan
terhadap ajaran Katolik yang mengajarkan bahwa keselamatan bisa dicapai melalui
perbuatan baik dan sakramen yang diberikan oleh Gereja.
Sementara itu, sola
scriptura mengajarkan bahwa hanya Alkitab yang menjadi sumber kebenaran
tertinggi dalam kehidupan iman Kristen. Ini berlawanan dengan praktik Gereja
Katolik yang banyak bergantung pada tradisi dan otoritas paus. Doktrin ini
sangat berpengaruh, mendorong lahirnya berbagai denominasi Protestan yang lebih
mengutamakan pembacaan langsung terhadap Alkitab oleh setiap individu (Graeff & Svendsen, 2020; Oliver & Oliver,
2020). Salah
satu alasan mengapa Reformasi dapat menyebar begitu cepat adalah karena
penemuan mesin cetak. Dengan mesin cetak, tulisan-tulisan Luther dapat dengan
mudah didistribusikan ke seluruh Eropa. Dalam waktu singkat, tulisan-tulisan Luther
menyebar ke berbagai kalangan, dari kalangan intelektual hingga masyarakat
biasa. Ini menunjukkan bagaimana teknologi bisa memainkan peran penting dalam
perubahan sosial dan religius yang besar (Bøsterud, 2021; Persson et al., 2023).
Namun, para
sejarawan mencatat bahwa Reformasi bukanlah sebuah kejadian tiba-tiba. Gerakan
ini adalah puncak dari sekian lama ketidakpuasan terhadap Gereja Katolik.
Reformis sebelumnya, seperti John Wycliffe dan Jan Hus, telah menyiapkan jalan
bagi Luther untuk mengungkapkan kritiknya, meskipun mereka tidak dikenal sepopuler
Luther (Campi, 2020; Thinane, 2023). Setelah Luther
mengguncang dunia Kristen, berbagai aliran Protestan mulai muncul,
masing-masing menginterpretasikan doktrin sola scriptura dengan cara mereka
sendiri. Ini mengarah pada lahirnya banyak denominasi Protestan yang
mengutamakan keberagaman praktik Kristen dan tidak lagi terikat pada satu
tradisi yang sama. Hasilnya adalah fragmentasi dalam dunia Kristen yang tak
terelakkan, dan ini merupakan dampak langsung dari Reformasi yang diprakarsai
oleh Luther (Atwood, 2021; Oliver & Oliver, 2020).
Namun,
fragmentasi ini juga mencerminkan keragaman dalam cara orang Eropa melihat
agama dan bagaimana mereka menafsirkan teks-teks suci. Setiap kelompok
Protestan mempraktikkan iman dengan cara yang berbeda, sesuai dengan konteks
sosial dan budaya masing-masing (Marsianus, 2024; Winther‐Jensen, 2019). Reformasi
Protestan juga membawa perubahan besar dalam bidang sosial dan politik.
Nilai-nilai Protestan, yang menekankan pada interpretasi pribadi terhadap
Alkitab, mendorong munculnya literasi dan pendidikan. Sebelumnya, Alkitab hanya
bisa diakses oleh kalangan gerejawi, tetapi dengan adanya terjemahan Alkitab ke
dalam bahasa-bahasa lokal, umat biasa bisa membaca dan memahami Alkitab
sendiri.
Selain itu,
nilai-nilai yang muncul dari Reformasi juga menyentuh isu-isu sosial dan
politik. Prinsip tanggung jawab pribadi dan kesetaraan di hadapan Tuhan turut
mempengaruhi perkembangan pemikiran politik di Eropa, yang akhirnya
berkontribusi pada munculnya gagasan-gagasan demokrasi dan hak asasi manusia (Lumintang & Daliman, 2023; Winther‐Jensen, 2019). Reformasi juga
mengubah hubungan antar denominasi Kristen. Bohemian Brethren, yang lahir dari
gerakan Hussite sebelumnya, berusaha menemukan kesamaan teologi dengan Luther,
meskipun ada ketegangan antara keduanya. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun ada
perpecahan, ada juga usaha untuk saling berkomunikasi dan menjalin hubungan antar
denominasi (Atwood, 2021).
Gereja Katolik
pun tidak tinggal diam. Mereka merespons Reformasi dengan Kontra-Reformasi,
serangkaian reformasi internal yang bertujuan untuk menjawab beberapa kritik
yang dilontarkan oleh para Reformis, sambil tetap mempertahankan ajaran Katolik
tradisional. Dinamika ini menciptakan interaksi yang kompleks antara
Protestanisme dan Katolikisme yang terus berkembang hingga hari ini (Marsianus, 2024; Whitmarsh, 2019). Warisan Martin
Luther tidak bisa dipandang sebelah mata. Inovasi teologis yang dia ajukan
mengenai otoritas dan keselamatan membuka jalan bagi perubahan besar dalam
agama Kristen dan dunia Barat. Reformasi bukan hanya mengubah cara orang
beribadah, tetapi juga membentuk kembali masyarakat Eropa, mempengaruhi
politik, ekonomi, dan pendidikan (Appold, 2025; Betzig, 2021; Gelder, 2022).
Luther tidak
hanya mengkritik Gereja Katolik; ia juga menantang struktur kekuasaan yang ada,
memberikan ruang bagi individu untuk memiliki pengalaman religius yang lebih
pribadi dan langsung. Gerakan Reformasi yang dimulainya terus memberi dampak
pada cara orang memahami agama dan dunia mereka hingga saat ini. Reformasi
Protestan, yang dimulai oleh Martin Luther, adalah salah satu peristiwa paling
penting dalam sejarah dunia. Melalui 95 Dalil dan doktrin-doktrin penting
seperti sola fide dan sola scriptura, Luther berhasil mengguncang Gereja
Katolik dan mendorong lahirnya berbagai denominasi Protestan. Tidak hanya itu,
Reformasi ini juga membawa perubahan sosial dan politik yang mendalam, memberi
kontribusi besar pada munculnya pemikiran modern dan kebebasan individu.
Gerakan ini
mengajarkan kita bahwa perubahan besar dimulai dari satu suara yang berani
menyuarakan ketidaksetujuan, dan bahwa ide-ide baru dapat mengubah dunia.
Warisan Martin Luther tetap hidup, menginspirasi generasi demi generasi dalam
pencarian akan kebenaran dan kebebasan iman.
REFERENSI:
Appold, K. G. (2025). The Reformation as
Innovation. Theology Today, 82(1), 27–36.
https://doi.org/10.1177/00405736241308253
Atwood, C. D. (2021).
The Bohemian Brethren and the Protestant Reformation. Religions, 12(5),
360. https://doi.org/10.3390/rel12050360
Betzig, L. (2021). A
Note on Religion. Evolutionary Psychology, 19(4).
https://doi.org/10.1177/14747049211066795
Bøsterud, M. (2021). Economic-Philosophical
Backdrop. 7–32. https://doi.org/10.4102/aosis.2021.bk263.02
Campi, E. (2020).
Commemorating the Quincentenary of the Reformation. Journal of the Council
for Research on Religion, 1(2), 1–19.
https://doi.org/10.26443/jcreor.v1i2.23
Gelder, M. v. (2022). Street
Politics. 111–133. https://doi.org/10.4324/9781003202103-7
Graeff, P., &
Svendsen, G. T. (2020). Religion, Crime, and Social Trust in Historic Germany:
Are Catholics More Inclined to Violate Social Norms Than Protestants? Journal
of Historical Sociology, 33(4), 505–518.
https://doi.org/10.1111/johs.12297
Ina, A. T., &
Bambangan, M. (2024). Pengaruh Reformasi Martin Luther Terhadap Gereja Dan Dunia Kristen. Jutipa, 3(1),
188–202. https://doi.org/10.55606/jutipa.v3i1.450
Lende, M. D., Gulo,
J., & Bambangan, M. (2024). Reformasi Protestan : Pengaruh Martin
Luther Terhadap Gereja an Dunia. Anugerah, 2(1), 42–50.
https://doi.org/10.61132/anugerah.v2i1.473
Lumintang, S. P.,
& Daliman, M. (2023). Reformed Theology and Church Reformation Always
Happening and Will Never End. International Journal of Multicultural and
Multireligious Understanding, 10(5), 155.
https://doi.org/10.18415/ijmmu.v10i5.4670
Marsianus, M. M.
(2024). Konsili Trente: Upaya Gereja Katolik Menjawab Tantangan Martin Luther. Fides Et Ratio, 9(2),
96–105. https://doi.org/10.47025/fer.v9i2.141
Oliver, W. R., &
Oliver, E. (2020). Sola Scriptura: Authority Versus Interpretation? Acta
Theologica, 40(1), 102–123.
https://doi.org/10.18820/23099089/actat.v40i1.7
Persson, A. B.,
Persson, P. B., & Hillmeister, P. (2023). How the Availability of
Information Affects the Responsibility of the Researcher? Acta Physiologica,
239(1). https://doi.org/10.1111/apha.14022
Roper, L. (2022). Martin
Luther. 51–94. https://doi.org/10.1093/oso/9780192895264.003.0002
Thinane, J. S. (2023).
Missio Dei’s Pleromatic Disposition: The Infinite Missionary God. Pharos
Journal of Theology, 104(1).
https://doi.org/10.46222/PHAROSJOT.10432
Whitmarsh, I. (2019).
Protestant Techniques of Care: The Hindu, the Pentecost, and the “Secular.” Medical
Anthropology Quarterly, 33(2), 207–225.
https://doi.org/10.1111/maq.12501
Winther‐Jensen,
T. (2019). The Reformation as a Religious, Political, and Educational Project. Revista
Española De Educación Comparada, 33, 106.
https://doi.org/10.5944/reec.33.2019.22329