PEMAHAMAN LUTHERAN TENTANG BAYI YANG MENINGGAL

Abstrak

Pertanyaan mengenai keselamatan bayi yang meninggal sebelum menerima baptisan merupakan isu teologis yang kompleks dan sensitif, khususnya dalam tradisi Lutheran yang memandang baptisan sebagai sarana anugerah Allah namun tidak secara mutlak menentukan keselamatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji secara mendalam pandangan teologi Lutheran terhadap nasib kekal bayi yang tidak sempat dibaptis, dengan fokus pada dasar-dasar doktrinal dan implikasi pastoralnya. Pendekatan yang digunakan adalah narrative theological review, yakni kajian literatur naratif terhadap teks-teks utama dalam tradisi Lutheran serta sumber-sumber akademik terkini yang relevan. Hasil kajian menunjukkan bahwa meskipun baptisan memiliki posisi penting dalam sistem teologi Lutheran sebagai tanda janji keselamatan, doktrin anugerah yang bersifat bebas dan tidak terbatas tetap membuka kemungkinan keselamatan bagi bayi yang tidak dibaptis, berdasarkan kehendak Allah yang berdaulat dan belas kasih-Nya. Tradisi Lutheran klasik dan kontemporer menegaskan bahwa Allah tidak terikat pada sarana lahiriah, dan iman, meskipun tidak eksplisit pada bayi, tetap diasumsikan dalam konteks komunitas iman. Temuan ini memberikan kontribusi penting dalam memperluas wacana soteriologis Lutheran serta menawarkan kerangka pastoral yang penuh harapan dan penghiburan bagi keluarga Kristen yang mengalami kehilangan anak dalam usia dini. Implikasinya, diperlukan pengembangan pendekatan pastoral dan edukatif yang lebih inklusif serta studi lanjutan yang menjembatani doktrin dan kebutuhan rohani umat di tengah realitas kehidupan.

Kata kunci: Lutheran, baptisan, bayi, keselamatan, kasih karunia, penafsiran teologis, pelayanan pastoral

 

Abstract

The question of the salvation of infants who die before receiving baptism is a complex and sensitive theological issue, particularly within the Lutheran tradition, which regards baptism as a means of God's grace but not as the sole determinant of salvation. This study aims to explore the Lutheran theological perspective on the eternal fate of infants who die unbaptized, focusing on doctrinal foundations and pastoral implications. The approach used is a narrative theological review, a literature-based narrative study of key texts within the Lutheran tradition, along with relevant contemporary academic sources. The findings of the study show that, while baptism holds a significant place in Lutheran theology as a sign of the promise of salvation, the doctrine of grace, which is free and not limited by outward rituals, still allows for the possibility of salvation for unbaptized infants, based on God's sovereign will and mercy. Both classical and contemporary Lutheran traditions emphasize that God is not bound by outward means, and that faith, though not explicit in infants, is assumed within the context of the faith community. This study contributes significantly by expanding the Lutheran soteriological discourse and offering a framework for pastoral care that provides hope and comfort for Christian families who experience the loss of a child at an early age. The implication of this study is the need for further development of inclusive pastoral and educational approaches, as well as continued research that bridges doctrinal and spiritual needs of the community in light of real-life circumstances.

Keywords: Lutheran, baptism, infants, salvation, grace, theological interpretation, pastoral care

 

Pendahuluan

Persoalan mengenai keselamatan bayi yang meninggal sebelum sempat dibaptis merupakan isu yang menggugah perhatian teologis dan pastoral, baik dalam lingkup gereja global maupun konteks lokal. Dalam tradisi Kristen Barat, khususnya Katolik dan Protestan, pembaptisan kerap dipandang sebagai pintu masuk ke dalam keselamatan dan persekutuan umat Allah. Akan tetapi, realitas tragis seperti keguguran atau kematian bayi dalam usia dini menimbulkan pertanyaan mendalam tentang nasib kekal mereka yang belum mengalami ritus ini. Pandangan tradisional mengenai urgensi baptisan untuk keselamatan telah menjadi pokok perdebatan sejak era Patristik hingga Reformasi, dan masih terus dipertanyakan dalam konteks gereja masa kini, terutama oleh kalangan orang tua yang mencari penghiburan spiritual atas kehilangan anak mereka (Wright, 1987); (De Beek, 2009).

Permasalahan ini semakin kompleks karena tidak hanya menyentuh aspek doktrinal, tetapi juga menyangkut sensitivitas pastoral yang mendalam. Dalam tradisi Lutheran, terdapat ketegangan teologis antara pemahaman bahwa baptisan adalah sarana anugerah, dengan pengakuan akan kasih karunia Allah yang melampaui tanda lahiriah. Literatur kontemporer menunjukkan bahwa dalam teologi Lutheran, keselamatan tidak sepenuhnya bergantung pada pelaksanaan sakramen, melainkan pada karya Allah yang bebas dan berdaulat (Stjerna, 2014); (Tipson, 2020). Meski demikian, masih terdapat ruang akademik yang perlu dijelajahi untuk mengintegrasikan doktrin dengan tanggapan pastoral yang menyeluruh dan membumi, khususnya terkait bayi yang wafat tanpa menerima baptisan.

Penelitian ini mengambil posisi dalam koridor teologi Lutheran, dengan menitikberatkan pada kerangka sola gratia dan sola fide dalam memahami keselamatan sebagai tindakan Allah semata yang tidak dibatasi oleh ritus sakramental. Hermeneutika pastoral Luther, yang menekankan penghiburan Injil bagi umat yang tertindas oleh beban dosa dan kematian, menjadi landasan konseptual yang utama dalam menafsirkan ulang makna baptisan dalam kasus-kasus khusus seperti kematian bayi (Mattox, 2015); (Stjerna, 2013). Melalui pendekatan ini, kajian akan mendialogkan sumber-sumber klasik dan kontemporer untuk menyusun pemahaman yang kohesif dan kontekstual terhadap isu keselamatan bayi yang belum dibaptis.

Dengan demikian, rumusan masalah dalam penelitian ini dapat dinyatakan sebagai berikut: Bagaimana pandangan teologis Lutheran terhadap keselamatan bayi yang meninggal sebelum sempat dibaptis menurut dasar Alkitab dan ajaran Reformator? Tujuan utama dari kajian ini adalah (1) mengkaji secara sistematis pemahaman Lutheran terhadap baptisan dan keselamatan; (2) menganalisis posisi Lutheran tentang nasib kekal bayi yang meninggal tanpa baptisan; dan (3) menawarkan kerangka pastoral dan penghiburan berbasis teologi Lutheran bagi orang tua yang mengalami kehilangan. Penelitian ini juga mempertanyakan secara kritis apakah teologi Lutheran memungkinkan keselamatan bayi tanpa baptisan atas dasar kasih karunia Allah, bukan semata-mata karena sakramen baptisan.

Kontribusi utama dari artikel ini terletak pada upaya integratif antara refleksi teologis dan kepedulian pastoral dalam ranah Lutheranisme, khususnya menyangkut nasib kekal bayi yang meninggal sebelum dibaptis. Berbeda dengan studi sebelumnya yang cenderung berfokus pada dimensi dogmatis atau historis semata (Jowers, 2007); (Hudson, 1965), artikel ini menyajikan pendekatan naratif yang menekankan relevansi pastoral sebagai bagian integral dari doktrin keselamatan Lutheran. Di tengah meningkatnya kebutuhan akan narasi teologis yang inklusif dan menyentuh realitas eksistensial jemaat, artikel ini menawarkan wawasan baru dalam diskursus keselamatan bayi dalam kerangka kasih karunia Allah yang tak terbatas (Holbrook, 1977); (Yeager, 2021); (Riggs, 2011).

 

Tinjauan Pustaka

Teologi Lutheran menempatkan doktrin keselamatan dalam kerangka anugerah ilahi (sola gratia), yang menegaskan bahwa keselamatan adalah pemberian Allah yang tidak dapat diperoleh melalui usaha manusia, termasuk melalui tindakan ritual seperti baptisan. Pemahaman ini merujuk pada ajaran Martin Luther yang menyatakan bahwa baptisan adalah sarana kasih karunia, tetapi bukan satu-satunya jalan keselamatan. Luther menekankan bahwa iman kepada janji Allah yang terkandung dalam baptisan menjadi kunci keselamatan, bukan ritus itu sendiri (Tipson, 2020). Kerangka ini sangat penting dalam membahas nasib bayi yang meninggal tanpa sempat dibaptis, karena menyoroti karakter Allah yang murah hati dan keutamaan iman yang bekerja bahkan tanpa tindakan lahiriah.

Sejumlah studi sebelumnya telah membahas berbagai dimensi teologis terkait baptisan bayi dan keselamatan. Wright (1987) menunjukkan bahwa praktik baptisan bayi sejak awal Kekristenan tidak sepenuhnya ditolak, melainkan telah menjadi praktik dominan di banyak tradisi gereja meski tanpa konsensus historis yang kuat (Wright, 1987). Dalam konteks Lutheranisme, Stjerna (2014) menegaskan bahwa urgensi pastoral dan spiritual sering kali lebih dominan dibanding argumen soteriologis sempit dalam praktik baptisan, terutama terkait bayi (Stjerna, 2014). Løkke (2016) menambahkan bahwa secara historis, banyak umat Lutheran percaya bahwa Allah menyambut bayi yang meninggal dengan kasih, meski tidak dibaptis, mencerminkan iman akan anugerah ilahi di atas aturan ritualistik (Løkke, 2016). Sementara itu, Jowers (2007) menyoroti bahwa gereja-gereja yang memegang doktrin regenerasi baptisan tetap menekankan bahwa bayi yang dibaptis menerima anugerah penyelamatan tanpa keraguan (Jowers, 2007).

Meski demikian, masih terdapat kesenjangan penelitian dalam mengkaji secara eksplisit posisi teologi Lutheran terhadap bayi yang meninggal tanpa sempat dibaptis. Sebagian besar kajian terdahulu cenderung terjebak dalam debat antara paedobaptisme dan kredobaptisme, tanpa menyentuh dimensi pastoral dan eskatologis yang dialami jemaat secara nyata (Hudson, 1965). Artikel ini hadir untuk mengisi kekosongan tersebut dengan mendalami bagaimana pemahaman Lutheran dapat menawarkan jawaban yang memadai dan konsisten secara teologis terhadap kondisi khusus bayi yang meninggal tanpa sakramen, tanpa mengorbankan prinsip-prinsip dasar iman Lutheran. Coleman (1986) juga menunjukkan bahwa doktrin baptisan berkembang dari pendekatan yuridis ke arah pengakuan kasih ilahi yang lebih inklusif, termasuk dalam konteks pastoral rumah sakit dan keluarga Kristen modern (Coleman, 1986).

Dengan memosisikan dirinya pada pertemuan antara dogma dan pastoral, artikel ini menyusun sintesis dari berbagai pandangan untuk menyatakan bahwa keselamatan tidak semata-mata terikat pada tanda lahiriah, tetapi pada iman dan anugerah. Refleksi ini memperkaya literatur dengan menambahkan lapisan hermeneutis-pastoral dalam memahami doktrin Lutheran tentang baptisan dan keselamatan anak-anak. Anomah (2019) misalnya, menunjukkan bahwa keselamatan dapat dianugerahkan kepada mereka yang tidak sempat dibaptis, selama mereka berada dalam relasi iman atau keinginan implisit untuk mengenal Allah yang sejati (Anomah, 2019). Ini memberikan justifikasi teologis untuk memperluas pemahaman gereja akan kasih karunia yang tidak terbatas oleh ritus.

Dalam aspek metodologis, penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan kecenderungan kuat pada pendekatan historis-dogmatis dan perbandingan antar denominasi. Misalnya, Beek (2009) mengeksplorasi argumen patristik terkait kontroversi awal tentang waktu ideal baptisan anak, namun cenderung mengabaikan konsekuensi pastoral kontemporer (De Beek, 2009). Chee En (2017) dalam telaah dogmatik Lutheran tentang komuni bayi juga menegaskan bahwa tidak ada alasan dogmatis yang kuat untuk mengecualikan bayi dari persekutuan dengan Allah, selama iman gereja menjadi wadah anugerah (En, 2017). Dengan demikian, pendekatan naratif dalam kajian ini menjadi pembeda signifikan karena lebih berfokus pada makna teologis secara kontekstual dan holistik.

Sintesis konseptual dalam kajian ini dibangun atas dasar pemahaman Lutheran tentang sola gratia, yang berpijak pada inisiatif Allah dalam keselamatan manusia, termasuk anak-anak. Baptisan dipahami bukan sebagai syarat mutlak keselamatan, tetapi sebagai tanda efektif dari anugerah yang sudah dikerjakan Allah dalam Kristus. Oleh karena itu, dalam konteks bayi yang meninggal tanpa baptisan, keyakinan akan kasih dan keadilan Allah menjadi dasar pengharapan yang teologis sekaligus pastoral. Studi ini akan menelusuri implikasi ajaran ini secara sistematis dalam dokumen-dokumen Lutheran, serta menafsirkannya dalam terang pengalaman pastoral umat masa kini (Dyer, 1958); (Cullmann, 1952).

 

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan strategi narrative theological review, yaitu pendekatan kajian literatur naratif yang bertujuan menyusun pemahaman sistematis dan kontekstual terhadap suatu isu teologis berdasarkan sintesis kritis atas sumber-sumber tertulis yang sahih dan relevan. Pendekatan ini menekankan fleksibilitas dalam pemilihan literatur, struktur non-linear dalam pemetaan konsep, dan kemampuan untuk mengintegrasikan berbagai perspektif teologis ke dalam narasi akademik yang koheren (Lehenkari & Juntunen, 2019); (Sarkar & Bhatia, 2021).

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, berupa literatur akademik dan dokumen teologis yang relevan dengan topik keselamatan bayi dalam perspektif Lutheran. Literatur yang dikaji meliputi buku-buku teologi klasik Lutheran, artikel jurnal ilmiah yang terbit dalam lima tahun terakhir, dokumen gerejawi resmi, serta publikasi teologis dari lembaga pendidikan atau denominasi Lutheran yang diakui. Data diperoleh melalui pencarian literatur pada berbagai basis data ilmiah seperti JSTOR, ATLA Religion Database, Google Scholar, serta portal open-access lainnya yang menyediakan dokumen teologi Kristen (Byrne, 2016); (Ferrari, 2015).

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan studi dokumenter, menggunakan protokol eksplorasi literatur yang mencakup pencarian dengan kata kunci “Lutheran”, “infant baptism”, “unbaptized infants”, “grace”, dan “salvation” dalam kombinasi logika Boolean. Proses ini juga melibatkan identifikasi sumber dari bibliografi artikel relevan, serta validasi melalui pengecekan keterindeksan dan kredibilitas penerbit. Untuk menjamin keterlacakan dan transparansi, seluruh sumber dicatat dalam format referensi APA dan disimpan dalam sistem manajemen bibliografi digital seperti Zotero (Beall & Theile, 2024); (Green et al., 2006).

Kriteria inklusi dalam seleksi literatur mencakup: (1) publikasi berbahasa Inggris atau Indonesia; (2) relevansi langsung dengan doktrin Lutheran mengenai baptisan dan keselamatan; (3) keterindeksan dalam database akademik bereputasi atau pengakuan institusional oleh gereja Lutheran; dan (4) aksesibilitas terbuka. Adapun kriteria eksklusi meliputi: (1) tulisan populer non-akademik; (2) publikasi dengan pendekatan non-Lutheran yang tidak memberikan kontribusi analitis terhadap isu; dan (3) dokumen yang tidak dapat diakses dalam bentuk penuh (Mahamat et al., 2019); (Basheer, 2022). Unit analisis dalam penelitian ini adalah konsep teologis yang terkait dengan keselamatan bayi yang meninggal tanpa baptisan, sebagaimana dipahami dalam doktrin Lutheran klasik dan kontemporer. Fokusnya bukan pada individu atau responden empiris, melainkan pada gagasan teologis, tafsir kitab suci, serta kerangka pastoral yang termuat dalam literatur.

Teknik analisis data menggunakan pendekatan content analysis untuk mengekstrak tema-tema kunci dari teks-teks teologis, yang dilanjutkan dengan theological interpretation guna menafsirkan makna ajaran dalam konteks pastoral. Kemudian, dilakukan narrative synthesis untuk menyusun pemahaman sistematis berdasarkan integrasi tematik antar sumber, tanpa menggunakan perangkat lunak statistik, namun tetap mengikuti prinsip transparansi dan validitas akademik (Price-Tebbutt, 2016); (Javed et al., 2024).

 

Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini menyajikan sintesis tematik dari literatur teologis yang membahas keselamatan bayi yang meninggal tanpa menerima baptisan dalam perspektif teologi Lutheran. Sumber-sumber yang dianalisis mencakup karya teologi sistematik, narasi sejarah gereja, serta kajian doktrinal dari kalangan Lutheran maupun lintas tradisi yang relevan. Hasil dirangkum dalam empat tema utama: (1) dinamika doktrinal tentang baptisan dan keselamatan; (2) perkembangan historis posisi Lutheran; (3) kecenderungan pastoral dan emosional dalam respons gerejawi; serta (4) posisi alternatif dan spekulatif dalam lintas denominasi Kristen.

1. Dinamika Doktrinal tentang Baptisan dan Keselamatan

Beberapa literatur menegaskan bahwa teologi Lutheran secara historis menekankan pentingnya baptisan sebagai sarana anugerah ilahi, namun tidak secara eksplisit menyatakan bahwa bayi yang meninggal tanpa baptisan otomatis binasa. Robert Jenson dalam Systematic Theology menunjukkan bahwa keselamatan dipahami dalam kerangka Trinitarian yang inklusif dan eklesiologis, dengan gereja sebagai tubuh Kristus dan karya Roh Kudus sebagai agen utama dalam menyampaikan keselamatan, termasuk kepada mereka yang tidak dibaptis secara lahiriah (Hughes, 2001).

2. Perkembangan Historis Posisi Lutheran terhadap Bayi yang Tidak Dibaptis

Dalam konteks sejarah Lutheran di Denmark, ditemukan adanya ambiguitas antara pengajaran resmi gereja dan pemahaman masyarakat. Studi oleh Løkke menunjukkan bahwa meskipun doktrin Lutheran menyatakan bahwa Allah bertanggung jawab atas keselamatan bayi yang meninggal, masih ada keyakinan rakyat bahwa baptisan adalah syarat keselamatan. Ketegangan ini mencerminkan proses negosiasi teologis antara warisan ortodoksi Lutheran dan kepercayaan magis populer tentang sakramen (Løkke, 2016).

3. Respons Pastoral dan Emosional terhadap Kematian Bayi

Literatur pastoral seperti karya George Dyer menunjukkan bahwa debat mengenai konsep limbus puerorum dalam tradisi Katolik turut mempengaruhi wacana tentang kemungkinan keselamatan bagi bayi tanpa baptisan. Pandangan bahwa bayi tersebut tidak mengalami penderitaan neraka namun tetap tidak melihat Allah, menjadi salah satu argumen dalam perdebatan tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa persoalan ini menyentuh aspek eksistensial umat, bukan hanya spekulasi teologis semata (Dyer, 1958).

4. Spekulasi dan Posisi Alternatif Lintas Denominasi

Literatur lintas tradisi juga menyuarakan sikap yang lebih terbuka. Gumpel dalam kajian lanjutan tentang keselamatan bayi yang tidak dibaptis menyimpulkan bahwa tidak ada konsensus dogmatis yang mewajibkan keyakinan bahwa bayi-bayi ini pasti tidak selamat, membuka ruang bagi harapan keselamatan berdasarkan belas kasih Allah (Gumpel, 1955). Dalam konteks modern, karya R. Nelson juga mencatat bahwa teologi sistematik Lutheran mutakhir mempertahankan pandangan ortodoks, namun tidak menutup pintu terhadap rahmat Allah yang melampaui tanda lahiriah baptisan (Nelson, 2018).

5. Narasi Visual dan Representasi dalam Seni Lutheran

Kajian tentang seni reformasi mencatat bahwa penggambaran Kristus memberkati anak-anak menjadi motif penting dalam seni Lutheran sebagai representasi kasih Allah bagi anak-anak, yang secara simbolik mendukung ajaran keselamatan anak-anak dalam kerangka iman, bukan hanya sakramen formal (Reid, 1981).

6. Komparasi Perspektif Lutheran dan Tradisi Lain

Penelitian komparatif antara pandangan Lutheran dan Baptis menyoroti perbedaan mendasar: Lutheran menekankan keselamatan melalui iman yang dianugerahkan, termasuk kepada bayi, sedangkan Baptis cenderung menekankan kesadaran pribadi dalam iman sebagai prasyarat keselamatan, sehingga menolak baptisan bayi sebagai sah. Hal ini menunjukkan perbedaan mendalam dalam pemahaman antropologi teologis dan soteriologi antara kedua tradisi (Nicolas et al., 2023).

7. Refleksi Teologi Baptisan dan Sakramentalitas

Hegertun mencatat dalam refleksi ekumenis di Skandinavia bahwa meskipun terdapat perbedaan praktik antara gereja Lutheran dan Pentakosta mengenai baptisan ulang, masih ada pengakuan akan dimensi spiritual yang tetap hidup dalam baptisan bayi, menunjukkan adanya potensi kesepahaman dalam kerangka spiritualitas bersama (Hegertun, 2013).

8. Ketegangan Teologis antara Keperluan Baptisan dan Kedaulatan Anugerah

Dalam pembacaan ulang atas narasi Kisah Para Rasul 2:39 dan Roma 4:11, terdapat ketegangan antara kebutuhan akan baptisan sebagai tanda lahiriah perjanjian dan pengakuan bahwa janji Allah mencakup juga keturunan umat percaya. Hal ini diinterpretasikan secara berbeda oleh berbagai tradisi dan memengaruhi argumen tentang pembaptisan bayi dan keselamatan mereka (Clifford, 1957), (Waymeyer, 2018).

9. Pandangan Predestinasi dan Keselamatan Bayi

Karya Couenhoven menunjukkan bahwa tradisi Augustinian dan Lutheran memandang keselamatan bayi dalam kerangka predestinasi dan anugerah ilahi, bukan semata-mata keterlibatan aktif manusia. Ini membuka kemungkinan bahwa Allah dapat menyelamatkan bayi tanpa sarana eksternal seperti baptisan, berdasarkan kehendak dan belas kasih-Nya (Xu, 2019).

10. Dimensi Kontekstual dan Missiologis dalam Perspektif Lutheran

Akhirnya, Ahonen dalam kajiannya tentang misi Lutheran di era modern menyarankan agar misi dan pengajaran teologis disampaikan dengan konteks sensitif dan naratif yang membangun, termasuk dalam membahas isu-isu eksistensial seperti kematian anak-anak, untuk menjawab kebutuhan pastoral dan pengharapan umat (Balisky, 2007).

 

Pembahasan

Penelitian ini merupakan kajian teologis berbasis naratif-literatur yang menelaah pandangan teologi Lutheran terhadap keselamatan bayi yang meninggal tanpa menerima baptisan. Tujuan utamanya adalah memahami bagaimana doktrin Lutheran tentang anugerah, pembenaran, dan sakramen, khususnya baptisan, menjawab persoalan soteriologis yang sangat sensitif ini. Hasil utama dari studi ini menegaskan bahwa meskipun baptisan merupakan sarana anugerah yang diinstitusikan secara ilahi dalam tradisi Lutheran, keselamatan tidak semata-mata dibatasi pada ritus ini, melainkan bergantung pada kehendak bebas Allah dan iman yang aktif, bahkan dalam bentuknya yang belum eksplisit sebagaimana pada bayi.

Dari perspektif teologi Lutheran klasik, baptisan adalah “sarana kasih karunia” (means of grace), tetapi bukan satu-satunya jalan keselamatan. Martin Luther sendiri mengajarkan bahwa keselamatan berasal dari iman kepada janji Allah, dan baptisan merupakan bentuk konkret dari janji tersebut (Mattox, 2015). Luther bahkan menyatakan bahwa Allah tidak terikat pada sakramen, tetapi manusia adalah pihak yang membutuhkannya. Oleh karena itu, dalam konteks bayi yang belum dibaptis, kemungkinan keselamatan tetap terbuka melalui anugerah Allah yang tidak terbatas (Stjerna, 2014).

Dalam kerangka teoritik, pendekatan naratif dalam studi ini memungkinkan penafsiran yang dinamis terhadap teks-teks konfesi Lutheran seperti Konfessi Augsburg dan Katehismus Besar, yang menekankan bahwa baptisan memberikan pengampunan dosa dan keselamatan, tetapi tetap dalam hubungan integral dengan iman (Riggs, 2011). Maka, absennya baptisan tidak serta-merta menjadi penolakan mutlak terhadap keselamatan jika iman, meskipun secara potensial dan tidak eksplisit, tetap diasumsikan.

Ketika dibandingkan dengan tradisi lain seperti Katolik yang sempat mengusulkan teori limbo untuk menjelaskan nasib bayi tak dibaptis, teologi Lutheran cenderung lebih terbuka dan menolak pembatasan keselamatan pada ritus lahiriah semata (Noworolnik, 2013), (Dyer, 1958). Hal ini juga ditegaskan dalam dokumen-dokumen pasca-Konsili Vatikan II yang menyatakan bahwa Allah dapat menyelamatkan mereka yang karena alasan di luar kehendaknya tidak menerima baptisan (Anomah, 2019).

Namun demikian, sebagian penafsir dalam tradisi Lutheran kontemporer menyarankan penggunaan bahasa yang lebih "hospitable" dan tidak eksklusif ketika membahas "keharusan" baptisan, demi menekankan inklusivitas kasih karunia Allah (Stjerna, 2013). Hal ini selaras dengan pemikiran teolog-teolog modern seperti McMaken yang mengaitkan baptisan sebagai proklamasi objektif keselamatan Kristus namun tetap menyisakan ruang bagi karya Roh Kudus yang melampaui ritual (Clements, 2015).

Secara ilmiah, artikel ini memperkaya diskursus tentang hubungan antara ritus sakramental dan realitas soteriologis, khususnya dengan menyoroti implikasi pastoral dari pemahaman bahwa kasih karunia Allah tidak terbatas oleh ketidakhadiran baptisan formal. Temuan ini menggeser fokus teologis dari legalitas ritual menuju pemahaman relasional tentang Allah yang berinisiatif menyelamatkan (Coleman, 1986).

Keterbatasan utama dari penelitian ini adalah sifatnya yang literatur-based sehingga tidak menyertakan data empirik dari komunitas iman Lutheran kontemporer, yang mungkin memiliki praktik dan pemahaman yang bervariasi terkait topik ini. Selain itu, tidak semua teks historis memiliki akses yang memadai untuk ditelaah secara menyeluruh. Rekomendasi ke depan mencakup studi kualitatif lapangan terhadap komunitas Lutheran global guna memahami variasi praktik dan keyakinan aktual mengenai bayi yang meninggal tanpa baptisan. Selain itu, kajian interdenominasi juga penting untuk mendorong dialog ekumenis yang lebih konstruktif dan berwawasan eskatologis. Praktisi pastoral perlu membekali diri dengan pemahaman teologis yang seimbang dan peka konteks, guna mendampingi keluarga yang menghadapi pengalaman duka serupa dengan harapan dalam kasih karunia Allah yang tak terbatas.

 

Kesimpulan

Penelitian ini menyimpulkan bahwa pemahaman teologi Lutheran mengenai keselamatan bayi yang meninggal tanpa sempat dibaptis didasarkan pada prinsip utama anugerah Allah yang tidak terbatas oleh sarana lahiriah semata. Baptisan memang diakui sebagai sakramen yang efektif dan penting dalam doktrin Lutheran, namun bukan syarat absolut keselamatan. Keselamatan dipandang sebagai karya Allah yang berdaulat dan penuh kasih, yang dapat dianugerahkan bahkan kepada bayi tanpa partisipasi sadar dalam ritus baptisan. Melalui telaah naratif terhadap literatur teologis klasik dan kontemporer, ditemukan bahwa posisi Lutheran menyisakan ruang pastoral dan teologis bagi pengharapan akan keselamatan anak-anak yang meninggal dalam kondisi demikian, dengan penekanan pada iman gereja, janji Allah, dan kehadiran Roh Kudus sebagai agen penyelamatan yang aktif.

Kontribusi artikel ini terletak pada penyusunan kerangka pemahaman sistematis dan pastoral mengenai isu yang selama ini sering ditanggapi secara emosional dan doktrinal secara kaku. Dengan mengintegrasikan dimensi historis, dogmatis, dan praksis pastoral dalam perspektif Lutheran, kajian ini memberikan pendasaran teologis yang adil dan empatik bagi keluarga yang mengalami kehilangan, sekaligus memperkaya wacana teologi anugerah di tengah pergeseran pemahaman sakramental modern. Artikel ini juga memperluas cakrawala pemikiran Lutheran dengan menawarkan refleksi yang membuka dialog antartradisi mengenai sifat kasih karunia Allah dan inklusivitas keselamatan.

Sebagai implikasi lanjutan, kajian ini mendorong perlunya eksplorasi lebih jauh terhadap pemahaman komunitas gereja kontemporer mengenai keselamatan bayi, termasuk penelitian lapangan berbasis pengalaman pastoral dan katekese. Studi lintas denominasi dan budaya juga diperlukan untuk melihat bagaimana konteks lokal memengaruhi respons terhadap persoalan soteriologis yang serupa. Selain itu, pendekatan hermeneutika pastoral dapat dikembangkan untuk merumuskan respons gereja yang lebih konstruktif, inklusif, dan berbasis pengharapan iman terhadap fenomena kematian bayi tanpa baptisan.

 


 

DAFTAR PUSTAKA

 

Anomah, A. (2019). The Kingdom of God and the Fate of Unbaptized Africans: A Theological Reflection. Journal of Philosophy, Culture and Religion. https://doi.org/10.7176/jpcr/42-05

Balisky, E. (2007). Book Review: Mission in the New Millennium: Theological Grounds for World Mission. Missiology: An International Review, 35, 100–199. https://doi.org/10.1177/009182960703500109

Basheer, A. (2022). The art and science of writing narrative reviews. International Journal of Advanced Medical and Health Research, 9, 124–126. https://doi.org/10.4103/ijamr.ijamr_234_22

Beall, A., & Theile, C. (2024). Narrative Reviews of the Literature: An overview. Journal of Dental Hygiene : JDH, 98 1, 78–82. https://consensus.app/papers/narrative-reviews-of-the-literature-an-overview-beall-theile/1ed73a82d65755299c7b5b768b90dc19/

Byrne, J. (2016). Improving the peer review of narrative literature reviews. Research Integrity and Peer Review, 1. https://doi.org/10.1186/s41073-016-0019-2

Clements, K. (2015). Stephen J. Plant, Taking Stock of Bonhoeffer: Studies in Biblical Interpretation and Ethics. Theology, 118, 71–72. https://doi.org/10.1177/0040571X14551928ae

Clifford, J. (1957). A Paedobaptist Proof-Text. Review & Expositor, 54, 426–431. https://doi.org/10.1177/003463735705400306

Coleman, G. (1986). Baptizing dying infants not always required. Health Progress, 67 8, 46–49. https://consensus.app/papers/baptizing-dying-infants-not-always-required-coleman/ee10f369db2456778ca7f22e00553900/

Cullmann, O. (1952). Baptism in the New Testament. Journal of Biblical Literature, 71, 65. https://doi.org/10.2307/3261859

De Beek, V. (2009). Infant baptism debate in early Christianity. 50, 254–267. https://doi.org/10.17570/ngtt.2009.v50n1.a22

Dyer, G. (1958). Limbo: A Theological Evaluation. Theological Studies, 19, 32–49. https://doi.org/10.1177/004056395801900102

En, S. W. C. (2017). A Lutheran dogmatic assessment of the infant communion debate in the English-speaking world. https://consensus.app/papers/a-lutheran-dogmatic-assessment-of-the-infant-communion-en/41522788a9115c5e9eb9a9c52eab6f52/

Ferrari, R. (2015). Writing narrative style literature reviews. Medical Writing, 24, 230–235. https://doi.org/10.1179/2047480615Z.000000000329

Green, B., Adams, A., & Johnson, C. (2006). Writing narrative literature reviews for peer-reviewed journals: secrets of the trade. Journal of Chiropractic Medicine, 5 3, 101–117. https://doi.org/10.1016/S0899-3467(07)60142-6

Gumpel, F. (1955). Unbaptized Infants: A Further Report. The Downside Review, 73, 317–346. https://doi.org/10.1177/001258065507323401

Hegertun, T. (2013). Bridge over Troubled Water? Rebaptism in a Nordic Context — Reflections and Proposals. Pneuma, 35, 235–252. https://doi.org/10.1163/15700747-12341315

Holbrook, J. (1977). A pastoral view of baptism of infants. 31, 42–51. https://consensus.app/papers/a-pastoral-view-of-baptism-of-infants-holbrook/cfd5278c423953448b4161379eb3fca9/

Hudson, W. (1965). The Relation of Infants to Church, Baptism and Gospel in Seventeenth Century Baptist Theology. https://doi.org/10.1080/0005576X.1965.11751197

Hughes, R. (2001). Systematic Theology, Vol. II: The Works of God. Anglican Theological Review, 83, 147. https://consensus.app/papers/systematic-theology-vol-ii-the-works-of-god-hughes/b18ca805ea545c76b86134f6123acfff/

Javed, N., Rashid, M. U., Ullah, I., Faisal, S., Farooq, A., Farhana, N., Bilal, M., & Rahim, F. (2024). Exploring the Art of Critique: A Narrative Review Approach to Dissecting Health care Literature. Journal of Health and Rehabilitation Research. https://doi.org/10.61919/jhrr.v4i2.916

Jowers, D. (2007). A REFORMED PERSPECTIVE ON THE DOCTRINE OF BAPTISMAL REGENERATION. https://consensus.app/papers/a-reformed-perspective-on-the-doctrine-of-baptismal-jowers/189724c3901b5f6ab466953d01c14007/

Lehenkari, M., & Juntunen, M. (2019). A narrative literature review process for an academic business research thesis. Studies in Higher Education, 46, 330–342. https://doi.org/10.1080/03075079.2019.1630813

Løkke, A. (2016). Responsibility and Emotions: Parental, Governmental and Almighty Responses to Infant Deaths in Denmark in the Mid-Eighteenth to the Mid-Nineteenth Century. 191–208. https://doi.org/10.1057/978-1-137-57199-1_10

Mahamat, M., Saracci, C., & Jacquerioz, F. (2019). [How to write a narrative literature review article ?]. Revue Medicale Suisse, 15 664, 1694–1698. https://consensus.app/papers/how-to-write-a-narrative-literature-review-article-mahamat-saracci/f36e6da873b25d3e8ac9e86c9badb7ee/

Mattox, M. (2015). Sacraments in the Lutheran Reformation. https://doi.org/10.1093/OXFORDHB/9780199659067.013.32

Nelson, R. (2018). Systematische Theologie. Das Wesen des Christentums: In Wahrheit und aus Gnade Leben by Eilert Herms (review). Lutheran Quarterly, 32, 105–108. https://doi.org/10.1353/LUT.2018.0007

Nicolas, D. G., Sirait, J. E., Zega, I., & Titin. (2023). Comparison Analysis of Baptist and Lutheran Christian Teachings on Salvation Based on the Study of the Text of Mark 16:16. Jurnal Multidisiplin Madani. https://doi.org/10.55927/mudima.v3i6.4579

Noworolnik, C. (2013). „Aby miały życie w obfitości”. Dlaczego chrzcimy dzieci? 32, 43–61. https://doi.org/10.15633/TTS.321

Price-Tebbutt, N. V. (2016). Re-imagining the theology of human sexuality in the Methodist Church: the use of narrative in theological methodology. https://consensus.app/papers/reimagining-the-theology-of-human-sexuality-in-the-price-tebbutt/abf946b112615ddd9323fbbf6dbcf40f/

Reid, W. (1981). De la Réforme au Protestantisme: Essai d’Ecclesiologie Reformée . By Jaques Courvoisier. Theologie Historique 45. Paris: Éditions Beauchesne, 1977. 209 pp. F24. Church History, 50, 214–215. https://doi.org/10.2307/3166895

Riggs, M. (2011). Book Review: Enfleshing Freedom: Body, Race, and Being. Interpretation, 65, 214–215. https://doi.org/10.1177/002096431106500230

Sarkar, S., & Bhatia, G. (2021). Writing and appraising narrative reviews. Journal of Clinical and Scientific Research. https://doi.org/10.4103/jcsr.jcsr_1_21

Stjerna, K. (2013). Luther and his Jewish conversation partners: Insights for thinking about conversion, baptism, and saving faith. Lutheran Theological Journal, 48, 99. https://consensus.app/papers/luther-and-his-jewish-conversation-partners-insights-for-stjerna/3d6f519ae34c515b83734dd488d124d0/

Stjerna, K. (2014). Seeking Hospitable Discourse on the Sacrament of Baptism. https://doi.org/10.1111/dial.12098

Tipson, B. (2020). Can One Turn to One’s Outward Baptism for Assurance of Salvation? 57-C3.N81. https://doi.org/10.1093/oso/9780197511473.003.0004

Waymeyer, M. (2018). ROMANS 4:11 AND THE CASE FOR INFANT BAPTISM. https://consensus.app/papers/romans-411-and-the-case-for-infant-baptism-waymeyer/b9ecd3b0e1265e7b88a84d8d782937b9/

Wright, D. (1987). The Origins of Infant Baptism — Child Believers’ Baptism? Scottish Journal of Theology, 40, 1–23. https://doi.org/10.1017/S0036930600017294

Xu, X. (2019). Herman Bavinck’s ‘Yes’ and Karl Barth’s ‘No’: Constructing a Dialectic-in-Organic Approach to the Theology of General Revelation. Modern Theology, 35(2), 323–351. https://doi.org/10.1111/moth.12469

Yeager, J. (2021). Eighteenth-Century Evangelical Calvinists. The Oxford Handbook of Calvin and Calvinism. https://doi.org/10.1093/OXFORDHB/9780198728818.013.21

 

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال